Beranda | Artikel
Tadabbur Ayat Laut
Sabtu, 5 April 2014

Saat ini kami berada di tanah Pulau Tidore, salah satu daerah kepulauan di Maluku Utara. Ada hajatan yang membuat kami berada di sini. Sungguh suatu nikmat yang besar bisa merasakan pemandangan laut dan pegunungan yang ada di Maluku Utara. Begitu pula keadaan pantai yang masih asri dan laut yang alami. Berbeda yang kami rasakan di tanah Jawa di mana keadaan lautnya yang tidak lagi bersih. Di sini bagian dasar laut saja masih terlihat, saking bersihnya … Subhanallah. Padahal saat itu, kami berada di tepi Pelabuhan Feri saat berangkat dari Ternate menuju Tidore. Yang namanya pelabuhan tentu saja penuh polusi, namun lautan di sini begitu berbeda. Masya Allah …

Hal ini membuat penulis tertarik mentadabburi ayat-ayat yang menyebutkan tentang laut dan bahari.

Kapal dan Bahtera di Laut

Allah Ta’ala menjelaskan bagaimanakah keadaan laut yang di atasnya mengapung bahtera dan kapal. Semuanya ditundukkan oleh Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمِنْ آَيَاتِهِ الْجَوَارِ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلَامِ

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah kapal-kapal di tengah (yang berlayar) di laut seperti gunung-gunung.” (QS. Asy Syura: 32).

Lihatlah bagaimana nampaknya kapal tersebut di lautan.

وَلَهُ الْجَوَارِ الْمُنْشَآَتُ فِي الْبَحْرِ كَالْأَعْلَامِ

Dan kepunyaanNya-lah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.” (QS. Ar Rahman: 24). Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa bahtera tersebut nampak besar seperti gunung.

Apa yang Ibnu Katsir katakan ini benar seperti yang kita saksikan di lautan saat berlayar, subhanallah. Kita akan lihat berbagai kapal yang kecil dan besar seperti gunung yang berjalan di lautan.

Dalam ayat lain juga disebutkan bagaimanakah kapal itu ditundukkan oleh Allah Ta’ala,

وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْأَنْهَارَ

Dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.” (QS. Ibrahim: 32).

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ وَالْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ

Apakah kamu tiada melihat bahwasanya Allah menundukkan bagimu apa yang ada di bumi dan bahtera yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya.” (QS. Al Hajj: 65).

Manfaat Bahtera di Laut

Kapal yang berada di lautan membawa manfaat bagi manusia karena mereka dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain sebagaimana diterangkan dalam ayat,

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia.” (QS. Al Baqarah: 164). Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan bahwa manfaat bahtera di lautan adalah dapat memindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Juga renungkan ayat berikut,

رَبُّكُمُ الَّذِي يُزْجِي لَكُمُ الْفُلْكَ فِي الْبَحْرِ لِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Rabb-mu adalah yang melayarkan kapal-kapal di lautan untukmu, agar kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyayang terhadapmu. ” (QS. Al Israa’: 66).

Syaikh As Sa’di dalam Taisir Karimir Rahman berkata, “Kapal yang berada di lautan diambil manfaatnya. Berbagai barang dibawa untuk kepentingan manusia dan untuk dagang mereka. Ini semua karena rahmat Allah pada hamba-Nya. Allah senantiasa menyayangi hamba-Nya dan memberikan manfaat pada mereka.”

Juga dalam ayat lain disebutkan,

اللَّهُ الَّذِي سَخَّرَ لَكُمُ الْبَحْرَ لِتَجْرِيَ الْفُلْكُ فِيهِ بِأَمْرِهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al Jatsiyah: 12). Yang dimaksud mencari karunia Allah adalah lewat perdagangan dan mata pencaharian lainnya. Demikian kata Syaikh As Sa’di dalam tafsirnya.

Halalnya Setiap Hewan di Lautan

Pelajaran yang bisa kita petik lainnya adalah halalnya hewan laut. Semua yang berada di laut termasuk pula yang memiliki nama yang sama dengan hewan di daratan, tetap halal.

Allah Ta’ala berfirman,

أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ

Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” (QS. Al Maidah: 96).

Dalam ayat lain juga disebutkan,

وَهُوَ الَّذِي سَخَّرَ الْبَحْرَ لِتَأْكُلُوا مِنْهُ لَحْمًا طَرِيًّا وَتَسْتَخْرِجُوا مِنْهُ حِلْيَةً تَلْبَسُونَهَا وَتَرَى الْفُلْكَ مَوَاخِرَ فِيهِ وَلِتَبْتَغُوا مِنْ فَضْلِهِ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan).” (QS. An Nahl: 14).

Kedua ayat di atas menunjukkan halalnya hewan yang diburu di lautan. Bahkan bangkai hewan air saja halal sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan,

سَأَلَ رَجُلٌ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَرْكَبُ الْبَحْرَ وَنَحْمِلُ مَعَنَا الْقَلِيلَ مِنَ الْمَاءِ فَإِنْ تَوَضَّأْنَا بِهِ عَطِشْنَا أَفَنَتَوَضَّأُ بِمَاءِ الْبَحْرِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ

Seseorang pernah menanyakan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, kami pernah naik kapal dan hanya membawa sedikit air. Jika kami berwudhu dengannya, maka kami akan kehausan. Apakah boleh kami berwudhu dengan air laut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Air laut itu suci dan bangkainya pun halal.” (HR. Abu Daud no. 83, An Nasai no. 59, At Tirmidzi no. 69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ

Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah no. 3314. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Penulis ‘Aunul Ma’bud berkata, “Seluruh hewan air yaitu yang tidak hidup kecuali di air adalah halal. Inilah pendapat Imam Malik, Imam Asy Syafi’i dan Imam Ahmad. Ulama-ulama tersebut mengatakan bahwa bangkai dari hewan air adalah halal.”

Dalam Kifayatul Akhyar disebutkan,

حيوان البحر إذا خرج منه ما لا يعيش إلا عيش المذبوح كالسمك بأنواعه فهو حلال، ولا حاجة إلى ذبحه، وسواء مات بسبب ظاهر كصدمة، أو ضرب الصياد أو غيره أو مات حتف أنفه، وأما ما ليس على صورة السموك المشهورة ففيه ثلاث مقالات: أصحها الحل

“Jika ada hewan di laut yang tidak bisa hidup kecuali di air seperti ikan dan semacamnya, maka hukumnya halal. Tidak diharuskan menyembelih hewan air tersebut. Boleh jadi matinya karena benturan atau mati begitu saja tanpa disembelih, tetaplah halal. Adapun hewan air yang bukan berbentuk ikan, para ulama Syafi’iyah berselisih pendapat. Namun pendapat yang lebih tepat, selama hewan tersebut adalah hewan air, maka halal.”

Perbandingan Lautan dengan Kalimat Allah

Lihatlah bagaimana lautan dijadikan bahan i’tibar (pelajaran) untuk merenungkan kalimat Allah. Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا

Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Rabbku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Rabbku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al Kahfi: 109).

Dalam ayat lainnya disebutkan,

وَلَوْ أَنَّمَا فِي الْأَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ أَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَا نَفِدَتْ كَلِمَاتُ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Luqman: 27).

Kata Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah, “Ungkapan yang disebutkan dalam ayat di atas bukanlah hiperbolis, namun memang demikian hakekatnya. Jika seseorang berusaha mengenal (nama dan sifat) Allah, maka ia tidak mungkin bisa mengetahui seluruh sifat-Nya yang begitu banyak. Dan perlu dipahami bahwa mengenal sifat-sifat Allah adalah sebesar-besarnya nikmat.”

Harus Makin Bersyukur

Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ تَرَ أَنَّ الْفُلْكَ تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِنِعْمَةِ اللَّهِ لِيُرِيَكُمْ مِنْ آَيَاتِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ

Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebahagian dari tanda-tanda (kekuasaan)-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.” (QS. Luqman: 31).

Intinya, laut bisa dijadikan bahan i’tibar atau mengambil pelajaran. Allah-lah yang menundukkan semuanya yang berada di lautan sehingga bisa mengapung berbagai tumpukan kayu dan besi. Itulah nikmat Allah supaya kita menjadi hamba yang bersabar dan besyukur, yaitu sabar ketika menghadapi kesusahan, bersyukur ketika mendapatkan kebahagiaan, juga bersabar dalam ketaatan dan menjauhi maksiat. Demikian keterangan Syaikh As Sa’di rahimahullah tentang ayat di atas.

Semoga bermanfaat bahan tadabbur ini. Semoga Allah menunjuki kita menjadi hamba-Nya yang pandai bersyukur.

Diselesaikan di daerah Salemba, Pulau Tidore, Maluku Utara, 5 Jumadats Tsaniyah 1435 H (bertepatan dengan Sabtu, 5 April 2014, pukul 09.00 WIT)

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh TuasikalFans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom

Alhamdulillah, sudah hadir di tengah-tengah Anda buku Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal terbaru: “Kenapa Masih Enggan Shalat?” seharga Rp.16.000,-. Silakan lakukan order dengan format: Buku enggan shalat# nama pemesan# alamat# no HP# jumlah buku, lalu kirim sms ke 0852 00 171 222.


Artikel asli: https://rumaysho.com/7134-tadabbur-ayat-laut.html